Senin, 30 Maret 2009

Kantong Semar

Kantung Semar

nepenthes_hamata.jpg

Tanaman pemakan daging, begitu dulu saya diberi tahu perkara kantung semar. Lama kemudian baru saya sempat melihat sang pemakan daging di hutan Kalimantan. Wujudnya tidak seram seperti julukannya, terlihat cantik malah. Tak heran jika kemudian kantung semar ini lantas menjadi koleksi tanaman hias berharga puluhan hingga ratusan ribu rupiah. Bagi yang senang, kantung semar adalah tumbuhan yang cantik, menarik, menawan hati, walaupun namanya bukan Diana si putri paman petani. Tetapi di balik kecantikannya, kantung semar hidup di lingkungan penuh derita. Dia tumbuh di tanah yang miskin hara dan/atau tanah yang terlalu asam.

Sebuah fenomena menarik di mana lingkungan miskin lantas menumbuhkan keelokan. Kantung semar toh tidak sendirian dalam hal ini. Anggrek yang diidentikan dengan kecantikan, di alam aslinya juga tumbuh di lingkungan miskin macam begini. Lantas ada juga Venus Fly-Trap, yang juga digelari pemakan daging, yang lebih agresif dari kantung semar. Jika kantung semar pasrah menunggu serangga terpeleset di bibir kantungnya, Fly-Trap mencaplok serangga yang masuk ke perangkapnya. Jika kantung semar pasrah, bagaimana dia dapat serangga? Aha, serangga tak perlu dikejar, cukup dipikat saja untuk mendatangi bibir kantung, dengan warna dan madu.

Istilah pemakan daging sebenarnya agak menyesatkan. Kantung semar “hanya” memakan serangga yang notabene tak pernah diidentikan dengan daging. Tidak pas rasanya mendengar kata-kata daging laler, yang merupakan “santapan” kantung semar. Walaupun terhitung pasif, proses kematian sang serangga yang terpeleset masuk ke dalam kantung semar kok ya mengerikan. Perlahan tapi lama, itu serangga nahas yang klayaban dilarutkan oleh cairan yang ada di dalam kantung semar. Hasil akhirnya adalah jus laler, yang kemudian diserap sebagai makanan kaya nutrisi oleh kantung semar.

Penulis cerita film horor penuh imajinasi akan melihat kantung semar sebagai objek kengerian layak jual. Misal kata, kantung semar dijadikan sebesar tong dan lantas ada manusia sial petualang rimba pencari harta karun yang terpeleset ke dalamnya. Proses pencenaan lantas dimulai. Daging dan tulang berubah menjadi cairan, diiringi lolongan maut sang korban. Atas alasan durasi putar flm, prosesnya dipercepat. Penonton bergidik puas, setimpal dengan harga karcis untuk menyaksikan jualan kengerian. Ah, tapi itu cuma film.

Sengeri itukah kantung semar? Dalam Bahasa Melayu, tumbuhan ini dikenal dengan nama periuk kera atau cawan monyet. Konon, kera-kera dahaga akan meminum cairan yang ada di dalam kantung semar sebagai pelepas rasa haus. Seorang pengajar cara bertahan hidup di alam bebas pernah berkata kepada saya, jangan kau minum itu cairan kecuali amat sangat terpaksa. Saya setuju dengannya dan untungnya hingga kini saya belum mengalami minum jus laler.


Mengapa semut tidak Di mangsa si Kantong Semar

Di dalam kantung tumbuhan “kantong-semar“ Nepenthes bicalcarata yang hidup di sebelah India Timur, hiduplah koloni semut. Tumbuhan ini bentuknya seperti teko dan memangsa serangga yang menghinggapinya. Meskipun demikian, semut bebas bergerak dan mengambil sisa-sisa serangga dan bahan makanan lainnya dari tumbuhan ini.

Kerja sama ini menguntungkan kedua belah pihak, semut dan tumbuhan. Meski semut mungkin saja dimakan Nepenthes, mereka dapat membangun sarang pada tumbuhan ini. Sang tumbuhan juga menyisakan jaringan tertentu dan sisa-sisa serangga untuk semut. Dan sebagai balasannya, semut melindungi tumbuhan dari musuhnya.

Begitulah contoh hubungan kehidupan antara tumbuhan dan semut. Bentuk anatomi dan fisiologi semut dan tumbuhan inangnya telah dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan hubungan timbal balik antara keduanya. Meskipun para pembela teori evolusi menyatakan bahwa hubungan antarjenis makhluk hidup ini berkembang secara berangsur-angsur selama jutaan tahun, tetapi tentu saja pernyataan yang mengatakan bahwa dua makhluk yang tidak memiliki kecerdasan ini dapat sepakat merencanakan suatu sistem yang menguntungkan kedua belah pihak tidaklah masuk akal. Lalu, apa yang menyebabkan semut hidup pada tumbuhan?

Semut cenderung tinggal pada tumbuhan karena adanya cairan bernama “nektar tersisa” yang dikeluarkan tumbuhan. Cairan nektar ini merupakan daya tarik bagi semut untuk mendatangi tumbuhan. Banyak spesies tumbuhan yang terbukti mengeluarkan cairan ini pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pohon ceri hitam menghasilkan cairan ini hanya tiga minggu dalam setahun. Tentu pengeluaran cairan pada waktu ini bukan kebetulan karena waktu tiga minggu ini bertepatan dengan satu-satunya waktu sejenis ulat menyerang pohon ceri hitam. Semut yang tertarik pada nektar dapat membunuh ulat ini serta melindungi tumbuhan.

Pada gambar, kita dapat melihat tumbuhan kantong semar sebagai “perangkap serangga”. Namun, serangga-serangga tertentu lolos dari jebakan tumbuhan kantong semar. Misalnya, semut dapat hidup berdampingan dengan kantong semar. Secara ajaib, tumbuhan ini tidak mempedulikan keberadaan semut.

Hanya dengan menggunakan akal sehat, kita dapat melihat bahwa hal ini adalah bukti hasil penciptaan. Akal sehat tidak mungkin bisa menerima bahwa pohon ini dapat memperhitungkan kapan bahaya akan menyerang lalu memutuskan bahwa cara terbaik untuk melindungi dirinya adalah dengan cara menarik perhatian semut serta mengubah struktur kimianya. Pohon ceri tidak punya otak. Oleh karena itu, ia tidak dapat berpikir, memperhitungkan, maupun mengubah campuran kimianya. Bila kita menganggap bahwa cara cerdas ini adalah sifat yang diperoleh dari suatu kebetulan, yaitu dasar berpikir evolusi, tentu ini tidaklah masuk akal. Jelas sekali bahwa pohon ini telah melakukan sesuatu yang didasarkan pada kecerdasan dan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa sifat tumbuhan ini telah terbentuk karena adanya sebuah Kehendak yang telah menciptakannya. Bila kita merujuk pada segala bentuk pengaturan yang dibuat-Nya, jelas sekali bahwa Dia tidak hanya berkuasa atas pohon, tetapi juga atas semut dan ulat. Jika penelitian dilakukan lebih jauh lagi, tentunya dapat diketahui bahwa Dia berkuasa atas semesta alam dan telah mengatur setiap bagian alam secara terpisah namun serasi dan selaras, sehingga membentuk sebuah rangkaian sempurna yang kita kenal sebagai “keseimbangan ekologi”. Bila kita berpikir lebih jauh dan meneliti bidang-bidang lain, seperti geologi dan astronomi, kita akan sampai pada gambaran yang serupa. Ke mana pun kita melangkah, kita akan menyaksikan berjuta sistem yang berfungsi dengan selaras dan teratur sempurna. Semua sistem ini menunjukkan keberadaan Sang Pengatur. Meskipun demikian, tidak satu pun unsur pembentuk alam ini yang mampu berfungsi sebagai Sang Pengatur itu. Oleh karena itu sang pengatur haruslah Dia Yang Maha Tahu dan Mahakuasa atas alam semesta. Al Quran menggambarkan Sang Penguasa sebagai berikut:

“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
(QS. Al-Hasyr, 59:24)



Senin, 23 Maret 2009

Minggu, 22 Maret 2009

Jumat, 13 Maret 2009